Friday, October 5, 2018

Sri Mulyani: Banyak Ibu-Ibu Salah Tafsir soal Inflasi

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah telah berhasil mengelola kebijakan ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan bagi masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari jumlah pengangguran di Tanah Air yang berhasil turun hingga berada di level 5,15 persen.
"Jumlah pengangguran kita berada di 5,15 persen, adalah terendah semenjak 20 tahun terakhir," kata Menteri Sri Mulyani saat memberikan arahan dalam seminar Dharma Wanita Persatuan (DWP), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Kamis, 4 Oktober 2018 malam.
Selain pengangguran, kesejahteraan masyarakat Indonesia juga kian menunjukkan perbaikan. Ini ditandai dengan angka kemiskinan yang pada tahun ini berhasil ditekan pemerintah hingga berada di bawah 10 persen.

"Karena kita sedang berbicara kesejahteraan dan keadilan jumlah orang miskin dari prosentase penduduk adalah 9,8 persen itu terendah dalam sejarah Republik Indonesia," kata Menteri Sri Mulyani.
Selain itu, dalam pertumbuhan ekonomi, Sri Mulyani juga membanggakan capaian pemerintah yang dinilai mampu menjaga inflasi secara terus menerus berada di bawah 3,5 persen
"Kalau bicara tentang pertumbuhan ekonomi tentang kestabilan harga, karena biasanya kan ibu-ibu urusannya dengan harga. Maka inflasi kita 2,2 persen sampai dengan September ini dan pemerintah bersama Bank Indonesia menjaga hampir 4 tahun terakhir dengan inflasi sekitar 3,5 persen ini terendah dalam sejarah perekonomian Indonesia," ujarnya.

Salah Tafsir
Namun, Sri Mulyani menyayangkan, banyak ibu yang justru salah menafsirkan data-data pertumbuhan ekonomi, terutama soal inflasi. Bahkan, menurut Sri Mulyani, ibunya sendiri juga sering salah tangkap soal data inflasi. 
"Kemarin saya pergi ke pasar harga bawang ternyata naik dari yang tadinya Rp 2.000 sekarang menjadi Rp 3.000. Itu artinya naik 50 persen, kok, katanya inflasi cuma 2 persen itu kan berarti bohong gitu kan," bebernya.
Oleh karena itu, dalam mengukur sebuah indikator seperti pertumbuhan ekonomi mesti melihat dalam cakupan yang luas. Sebab, Indonesia terbagi dalam cakupan wilayah yang luas.
"Jadi, kita bicara seluruh nasional. Oleh karena itu, di dalam mengukur berbagai yang disebut indikator, kita tidak boleh hanya disempitkan dengan hanya masalah satu orang, satu tempat, satu lokasi, satu komoditas," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment